Label

Senin, 07 Mei 2012

SEDEKAH BOLU DAPAT RIBUAN GENTENG


Keinginannya untuk mengganti genteng rumahnya yang jelek terpenuhi dengan sekotak bolu

By Mantra

S
ebut saja namanya Lia. Dia perempuan cantik berusia 25 tahun. Anak Bogor ini merupakan kebanggaan kedua orangnya. Di samping berprestasi di kelas sejak kecil, ia juga aktif di masyarakat. Namun, persoalan kemudian muncul setelah sang bapak menikah kembali karena istrinya meninggal dalam sebuah kecelakaan yang cukup tragis.
Lia tidak terima jika Bapaknya menikah lagi dalam waktu cepat. Bapak telah mengkhianati almarhumah ibunya yang sudah tenang di alam baka. Yang tidak bisa ia terima lagi, adalah kenyataan bahwa perempuan yang dinikahi bapaknya berusia satu tahun lebih tua di atas dirinya. Artinya, sang ibu tiri tidak lebih seperti kakaknya sendiri.
Hubungan ayah dan anak pun menjadi retak, hingga mereka hidup terpisah. Lia hidup sama suaminya di sebuah rumah baru yang dibelinya, sedangkan sang ayah hidup dengan istri barunya.
Hubungan mereka menjadi semakin retak ketika sang bapak secara diam-diam menjual tanah peninggalan almarhumah ibunya, yang sebenarnya diperuntukkan buat anak-anaknya. Tanah itu dijual untuk kebutuhan dirinya dan istri mudanya. Namun, Allah menggagalkan niat sang bapak yang kurang baik itu, karena sang pembeli akhirnya menyadari bahwa tanah yang hendak dibelinya itu dipersengketakan oleh sang anak.
Hubungan anak dan ayah pun benar-benar sudah tidak akur lagi. Bertahun-tahun mereka terus dalam kondisi seperti ini. Sebagai menantu, Asep (suami Lia) menyadari bahwa mertuanya adalah sosok yang ambisius dan kemaruk terhadap harta. Meski begitu, sebagai menantu ia berusaha menyadarkan istrinya untuk tetap berbakti kepada bapaknya.
Namun, tetap saja Lia tidak pernah mau menyadarinya. Rupanya, rasa sakit hatinya terhadap sang Bapak begitu kuat di dalam benaknya. Apalagi, disadari atau tidak, sejak kecil Lia sendiri sebenarnya lebih banyak diasuh dan tinggal sama neneknya. Artinya, bagi Lia, orang tua yang sebenarnya adalah kakek dan neneknya. Mereka lebih sayang kepada dirinya dibandingkan kedua orang tuanya sendiri, yang mendidiknya dengan begitu keras.
Tiga tahun sudah ayah dan anak itu tidak bertemu. Namun, Lia belum mau bertemu juga dengan bapaknya. “Gak tahu, saya kok tidak kangen atau rindu sama sekali sama bapak,” ujarnya kepada Hidayah. Ya, meski sudah lama tidak bertemu, Lia sama sekali tidak merindukan bapak di sisinya. Bapaknya seperti orang lain bagi dirinya.

Genteng Bocor
          Berbanding balik dengan bapaknya, hubungan Lia dengan sang suami begitu harmonis. Mereka begitu bahagia, meski tinggal di sebuah rumah yang sederhana. Rumah yang dibelinya dengan dicicil (kredit) dan sewaktu-waktu gentengnya bocor kalau terjadi hujan deras.
          Asep sudah mencoba memperbaiki genteng itu, tetapi tetap saja bocor kalau terjadi hujan deras. Bahkan, saking jelek kualitasnya, genteng tersebut mudah pecah saat diinjak. Jadi, ketika naik ke atap untuk memperbaiki yang bocor, selalu saja ada genteng baru yang pecah karena diinjaknya. Akhirnya, keadaan itu pun terus dibiarkan sampai waktu yang tidak jelas. “Dari pada bocor lagi bocor lagi, ya akhirnya genteng bocor itu dibiarin saja,” ujar Lia sambil tertawa.
          Ketika hujan tiba, Lia sendiri sudah siap-siap memasang bak (paso) besar di dalam kamarnya untuk menampung air mengucur dari atap. Dan ketika hujan reda, tidak jarang bak besar itu penuh dengan air. Keadaan demikian terus berlangsung sejak ia membeli rumah. Berarti sudah 2 tahun berjalan.
          Lia agak pusing dengan keadaan ini karena kalau hujan deras, ia pasti mengepel kamarnya yang basah dan becek karena percikan air yang jatuh ke bak. Namun, apa daya, kenyataan tersebut harus dihadapinya karena sang suami sendiri tidak memiliki uang cukup untuk mengganti genteng rumahnya. Posisinya sebagai karyawan biasa di sebuah pabrik, hanya cukup memenuhi kebutuhan makan sehari-hari saja.
          Hingga suatu kali pikiran Lia berubah. Tiba-tiba saja ia tergugah oleh ajakan suaminya untuk sowan (silaturrahmi) ke bapaknya yang sudah lama tidak ia temui. Tiba-tiba saja ada rasa kangen dan rindu begitu kuat tertancap dalam dada Lia untuk melihat wajah bapaknya. Apakah ia sudah berubah ataukah masih seperti dulu? “Suami mengajak saya lagi untuk bertemu dengan bapak. Tidak baik kalau terus-terusan begini,” ujar perempuan dengan senyum yang manis itu.
          Entahlah, hal apa yang membuat Lia akhirnya mau menerima ajakan suaminya. “Saya sendiri heran, kenapa saya jadi merasa bersalah kepada bapak?” ujarnya dengan pandangan tertunduk ke bawah. Akhirnya, hari Sabtu pun disepakati untuk pergi menemui bapaknya.
          “Saat itu saya bilang kepada suami, bagaimana kalau bawa oleh-oleh untuk bapak. Saya merasa tidak enak kalau ke rumah bapak dengan tangan kosong,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Sang suami sangat menyetujuinya.
          Di tengah kondisi keuangan yang menipis karena di kantong sang suami hanya tinggal 50 ribu, akhirnya Lia pun membeli kue bolu seharga 24 ribu. Dengan sisa 5 hari lagi gajian, Lia dan Asep pun tidak mau memperdulikannya. “Saat itu padahal saya dan suami lagi gak punya uang sama sekali. Tetapi, untungnya suami ikhlas mau membelikan bapak bolu,” ujarnya.
          Setelah membeli bolu, di sore hari mereka pergi menemui bapaknya di desa lain. Dua jam kemudian mereka sampai. Sebagai bapak, Kardi, terkejut melihat kedatangan anak dan menantunya. Hal itu wajar sekali karena hampir tiga tahun mereka tidak bertemu. “Ada rasa canggung dalam diri saya saat itu,” ujar Lia dengan mata berkaca-kaca.
          Namun, pertemuan itu pun akhirnya tak terelakkan lagi. Lia mencium tangan bapaknya dengan penuh haru. Mereka saling berpelukan. Ada rasa bahagia yang begitu kuat memancar dari keduanya. Lia sendiri tampaknya ingin menangis karena saking bahagianya. Begitu juga dengan sang bapak, ia masih tidak mempercayainya jika anak hilang itu mau kembali dan menemui dirinya. “Saat itu bapak juga bilang kalau sebenarnya ia juga kangen dan rindu pada saya. Ia juga mengaku merasa bersalah kepada saya karena begitu cepat mengambil keputusan menikah kembali,” ujarnya dengan suara parau.
          Tapi, yang lalu biarlah berlalu. Kini, kehidupan baru mereka tatap kembali. Hubungan anak dan bapak yang sudah lama retak kini terjalin kembali. Dan Lia pun menyerahkan bolu berwarna coklat itu. Sang bapak terlihat senang karena anaknya datang sambil membawa oleh-oleh. “Silakan Pak, dicicipin bolunya,” ujar Asep kepada mertuanya.
          Bungkusan bolu pun dibukanya. Setelah dilihat dan dirasakan, sang bapak pun berkomentar, “Wah, ini sih cita rasa orang kota. Kalau dibawa ke kantor tidak malu,” ujar Lia menirukan ucapan bapaknya saat itu.
          Sambil menikmati bolu dan kopi, tiba-tiba Bapak Kardi pun berucap, “Bapak dengar-dengar kalian sudah beli rumah. Butuh genteng gak, kebetulan di belakang rumah bapak ada genteng nganggur.”
          Dengan agak terkejut, Lia pun menjawab, “Kok Bapak tahu kalau saya sudah beli rumah.”
          “Ya, Bapak denger-denger aja dari saudara,” jawab Bapak Kardi enteng.
          Akhirnya perhatian pun kembali lagi kepada soal genteng. Lia begitu kaget ketika mendapatkan tawaran dari bapaknya itu. Selama ini ia dan suaminya memang sedang butuh genteng baru untuk mengganti genteng yang sudah ada karena mudah retak dan bocor. “Gentengnya bagus, enteng tapi kuat,” ujar Bapak Kardi.
          Akhirnya Lia, Asep dan Bapak Kardi pun ke belakang untuk mengecek genteng tersebut. Setelah di-check akhirnya Asep dan Lia percaya bahwa genteng yang hendak dikasih bapaknya itu memiliki kualitas yang jauh lebih mumpuni dibandingkan dengan genteng rumah miliknya. Akhirnya, mereka pun menerima tawaran dari Bapak Kardi.
          Saat tulisan ini dibuat, genteng tersebut sedang dicat lagi oleh Bapak Kardi agar lebih terlihat baru dan bagus. Dan genteng rumah milik Lia sendiri rencananya akan diganti kalau sang bapak sudah selesai mengecat sekitar 1500 genteng yang dibutuhkannya.
          Demikian kisah haru menimpa Lia dan suaminya. Berbekal sedekah bolu dan sedekah jiwa dengan mau menyadari kesalahannya serta mau memaafkan segala kesalahan bapaknya, Lia akhirnya mendapatkan genteng baru yang berkualitas yang memang selama ini dibutuhkannya. Yang jauh lebih penting lagi, anak dan bapak akhirnya akur lagi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar