“Sedekah terbaik adalah ketika kondisi kita sedang tak berpunya. Sebab,
pada saat itulah keikhlasan hati kita dalam beramal saleh benar-benar diuji
Allah.”
By Mantra
Tiga
belas tahun telah berlalu. Pak Warjo Prakoso (WJ) merasa bahwa sudah saatnya ia harus resign
(mengundurkan diri) dari pekerjaannya sebagai seorang leader (pemimpin)
di sebuah perusahaan air minum di Pasuruan, Jatim. Ia ingin fokus pada usaha
yang baru dirintisnya yaitu dagang peralatan listrik.
Niat
ini pun disampaikan Pak WJ pada pimpinannya. Sang pimpinan tentu saja terkejut
dengan keputusan lelaki berdarah Jawa tersebut. Apalagi, dia telah bekerja
selama 13 tahun di perusahaannya dan selama ini sangat bertanggung jawab
terhadap apa yang dilakukannya. Namun, niat tulusnya akhirnya tak bisa dihadang.
Maka sang pimpinan pun merelakan resign Pak WJ.
Sebuah
keberuntungan karena Pak WJ juga mendapatkan uang pesangon, yang selama ini
sebenarnya sulit didapatkan bagi karyawan yang resign. Jumlahnya tak banyak,
tapi cukup baginya untuk makan beberapa bulan dan menambah modal usaha yang
baru dirintisnya.
Uang
pesangon pun telah sampai di tangan Pak WJ. Oleh guru ngajinya, Pak WJ
disarankan untuk menyedekahkan sebagian uang pesangon tersebut dengan tujuan
mendapatkan keberkahan dari Allah SWT. Tanpa pikir panjang lagi, Pak WJ
menyedekahkan 2,5% dari uang itu ke masjid, sebuah tempat yang selama ini sering
dipakai guru ngajinya untuk berdakwah.
Setelah
itu, Pak WJ mulai fokus pada usaha barunya. Namun, di tengah dia bergelut pada
usaha barunya tersebut, tiba-tiba dia mendapatkan tawaran menggiurkan dari
sebuah perusahaan air minum di Bandung sebagai supervisor. Hal ini benar-benar
mengejutkannya, apalagi gajinya tiga kali lipat dari pekerjaan sebelumnya.
Spontanitas ia pun menerimanya. Dari Pasuruan ia memboyong keluarganya ke
Bandung.
Pak
WJ merasa bahwa inilah keajaiban pertama dari sedekah yang ia lakukan beberapa
hari sebelumnya. Di tempat barunya itu, Pak WJ mendapatkan fasilitas gaji dan
tempat tinggal. Sebuah anugrah yang tidak pernah ia dapatkan dari pekerjaan
sebelumnya.
Namun,
Pak WJ tidak bertahan lama bekerja di situ (2,5 tahun) karena hatinya tidak
cocok dengan management perusahaan. Akhirnya, ia pun resign kembali. Padahal,
ia sedang meraih keberkahaan: gaji dan tempat tinggal gratis. Tapi, ia
meninggalkannya karena hatinya merasa sudah tidak sreg lagi.
Di
tengah kosong kerjaan, karena usaha dagang listrik di Pasuruan pun
ditinggalkan, tiba-tiba ia mendapatkan informasi tentang sebuah lowongan
pekerjaan di Bogor, tepatnya di Citeureup. Maka dari Bandung ia pun melamar ke
sebuah perusahaan air minum juga sebagai seorang staf teknisi, yang selama ini
memang menjadi keahliannya. Sebuah posisi yang sebenarnya tidak pas untuk
dirinya, karena selama ini dua kali menempati posisi bagus di dua perusahaan
berbeda: leader dan supervisor. Namun, ia mengabaikannya karena niatnya tulus
ingin bekerja kembali.
Setengah
bulan kemudian. Pimpinan Pak WJ minta resign karena ingin pulang kampung. Maka,
otomatis, jabatan leader pun kosong. Banyak orang melamar untuk posisi ini,
mulai dari lulusan biasa hingga ternama sebuah universitas di Indonesia. Tapi,
semuanya tak ada yang diterima. Di sinilah sebuah keajaiban datang. Pak WJ yang
sedari awal tidak pernah berminat untuk mengisi posisi tersebut, tiba-tiba
mendapatkan tawaran dari sang pimpinan untuk menempatinya.
Apakah
hal ini tidak salah? Sebuah pertanyaan sempat mampir di benak Pak WJ. Tapi,
setelah pimpinan meyakinkannya bahwa dia pantas menempati posisi itu karena
berdasarkan pengalaman yang dimilikinya akhirnya ia pun menerimanya dengan
senang hati. Sejak itu, resmilah Pak WJ sebagai seorang leader dari para teknisi,
padahal usia kerjanya baru setengah bulan dan masih banyak orang yang lebih
lama bekerja di perusahaan itu, yang mungkin sebenarnya lebih berpeluang untuk
mendapatkan posisi tersebut.
Tapi,
kalau kita bicara masalah keputusan Tuhan, inilah sebuah keajaiban yang kadang
kita sulit menerkanya, tapi sebenarnya sangat logis. Sebuah matematika Tuhan
atas kebaikan yang pernah dilakukan seseorang sebelumnya. Bagi Pak WJ, mungkin
ia merasa bahwa kebaikan bersedekah beberapa tahun sebelumnya berkali-kali
berbuah manis, mulai dari mendapatkan pekerjaan yang mudah di Bandung hingga
posisi yang tidak terduga di Bogor.
Tidak
lama setelah diangkat jadi leader, Pak WJ pun berhasil menciptakan sebuah alat
pembersih galon dengan sistem berdiri, bukan tidur yang selama ini sering
dipakai oleh usaha-usaha isi ulang galon. Alat itu masih dipakai oleh
perusahaannya hingga sekarang dan ada perusahaan lain yang sudah meniru
modelnya. Kelebihan alat tersebut, di tengah pipanya ada selang untuk
mengeluarkan air yang berfungsi sebagai pembersih galon. Jadi, air tersebut
tidak ditaruh di galon seperti yang ada selama ini, tapi disemprotkan melalui
selang tersebut dan higienitasnya lebih terjamin.
Padahal,
kita mungkin tidak percaya, bahwa Pak WJ hanyalah seorang lulusan SMA. Semua
keterampilannya dalam bidang mesin didapatkannya secara alamiah, belajar di
lapangan. Tidak sedikit anak buahnya yang justru lulusan dari perguruan tinggi
yang ternama. Bahkan, saking mahirnya dalam bidang teknisi, tidak sedikit orang
yang memanggilnya insinyur. Ketika mendengar panggilan ini, Pak WJ hanya bisa
tersenyum. Ia tidak sempat melanjutkan ke perguruan tinggi karena keterbatasan
biaya, padahal dirinya termasuk pribadi yang cukup cemerlang. Saat SD, ia
pernah juara lomba cerdas cermat tingkat kecamatan.
Jiwa
sedekah Pak WJ memang telah tertanam sejak lama. Hal itu terjadi sejak ia
senang pergi ke masjid untuk shalat berjamaah. Kebiasaan ini ternyata melatih
jiwa spiritualnya untuk selalu berbagi pada sesama. Padahal, terkadang ia pun
merasakan kekurangan, namun tak sungkan-sungkan ia bersedekah ketika ada orang
yang membutuhkannya. “Sedekah terbaik adalah ketika kita sedang tidak punya,”
pesannya kepada Hidayah.
Menurutnya,
pengeluaran yang kadang lebih besar dari pemasukan atau besar pasak daripada
tiang, memang terkadang menghalangi kita untuk berbuat baik atau bersedekah.
Namun, sejatinya, apa yang kita sedekahkan itu sebenarnya tidak mengurangi
tabungan kita sama sekali. Justru kita sedang menabung di bank lain, yaitu tabungan
Allah. Dan tabungan Allah itu bunganya pasti jauh lebih tinggi, bisa mencapai
700%.
Keikhlasan
Pak WJ dalam bersedekah, saya sendiri berkali-kali menyaksikannya. Saat itu, ia
sebenarnya baru keluar dari rumah sakit karena penyakit lama yaitu tekanan darah
tinggi. Di rumah sakit seminggu dan tentunya membutuhkan biaya besar. Tapi,
pada saat bersamaan, ada pembangunan mushola di tempat yang tidak jauh dari
rumahnya. Tidak ragu-ragu ia pun merogoh koceknya sebesar 500 ribu untuk
disumbangkan pada pembangunan mushola tersebut. Disadarinya, ia pun sebenarnya
sedang membutuhkan banyak dana. Tapi, ia selalu yakin akan keajaiban sedekah.
Meski begitu, satu hal yang selalu ditanamkannya bahwa hendaklah dalam sedekah
itu diniatkan karena Allah SWT, bukan karena niat yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar